ULASAN TEATER JAKA TARUB DAN MONOLOG BALADA SUMARAH



Oleh: Fidhotur Rofiah/3D PBSI/15410162

Menanggapi tulisan teman tentang esai Teater Jaka Tarub dan Nawang Wulan serta Monolog Balada Sumarah bahwa Teater yang disaksikan oleh penulis yaitu tentang cerita rakyat dan kisah seorang TKI yang dihukum pancung karena membunuh majikannya sendiri. Dilihat dari bahasa yang digunakan bagus, penulis esai masih ingat dengan dialog yang digunakan dalam pementasan. Penulis menceritakan kembali teater dengan bahasanya sendiri. Terlalu banyak percakapan yang ditulis sehingga bagi pembaca justru membuat bosan.

Penulis menceritakan kembali tentang kisah Jaka Tarub yang terlalu lama mencari sosok pendamping hidup. Memang bagus penulis menceritakan kembali kisah-kisah yang cukup populer itu. Setidaknya penulis berusaha untuk mengingatkan para pembaca dan seolah berada kembali di acara pementasan drama tersebut. Satu persatu penulis menceritakan secara detail kejadian apa saja yang ada dalam pementasan. Dari memperkenalkan tokoh-tokoh yang bermain sampai dengan menyimpulkan akhir cerita kisah tersebut.

Alur yang digunakan dalam pementasan tersebut adalah alur mundur. Begitu pula dengan penulis yang menceritakan secara persis yang ada dalam drama. Selanjutnya penulis juga menggunakan kata-kata yang dirasa aneh sepeeti di bawah ini:
                                    Cusss...
                                    Sejoli...
                                    Cengar-cengir...
                                    Yuhuu...
Jika dikaji dalam bahasa sastra, bahasa yang saya sebutkan atau yang ditulis oleh penulis di atas memang benar tidaklah salah. Tapi alangkah baiknya jika kata-kata tersebut tidak dipakai atau disimpan saja.

Penulis menceritalan kembali drama tersebut dengan cara pembabakan atau part, misal part 1 mmperkenalkan tokoh atau pemain terlebih dahulu, part 2 mulai ada dialog antar tokoh, part 3 memunculkan tokoh baru yang menimbulkan konflik, dan dilanjutkan dengan babak atau part selanjutnya. Banyak cerita yang dipotong oleh penulis esai ini karena mungkin jika ditulis secara rinci akan membutuhkan bamyak halaman. Sehingga sebisa mungkin penulis menceritakan kembali isi drama tersebut dengan bahasanya sendiri.

Memang tidak mudah dalam menulis sebuah cerita apalagi yang berkaitan dengan sastra. Penulis harus benar-benar teliti dan benar-benar menyimak cerita selama pementasan. Hal tersebut merupakan salah satu syarat dan hal yang dianggap wajib untuk penulis. Kenapa? Karena jika seorang penulis tidak melihat secara langsung penampilan drama maka akan sangat sulit untuk menceritakan kembali.



Hal lain yang ingin saya tanggapi dari tulisan esai ini adalah cara menceritakan terlalu panjang. Sudut pandang penulisan sulit untuk saya dapatkan. Tapi bukan berarti esai ini buruk, tidak. Sudah bagus, yang diceritakan hanya lingkup dalamnya saja. Dari amanat apa yang ingin disampaikan dalam drama teater tersebut malah tidak dibahas sama sekali.

Justru menurut saya dalam sebuah esai yang harus ditonjolkan adalah pesan apa yang didapat selama menyimak drama tersebut kemudian dituliskan lah dalam esai yang dibuat. Sehingga pesan yang kita tangkap akan menjadi bahan yang penting dan dapat kita sampaikan lagi lewat esai yang kita buat. Karena biasanya pesan itu mengandung sesuatu yang sangat berharga dan bermanfaat bagi orang banyak. Dengan begitu tulisan atau esai yang kita buat akan menjadi mudah dipahami dan mudah diterima oleh bamyak orang.

Selain itu penulis harus menggunakann bahasa yang bagus yang dapat menarik perhatian pembaca. Dalam esai ini penulis menceritakan akhir dari kisah Jaka tarub secara mendadak dan menurut saya terkesan dipaksa. Sehingga menimbulkan ketidakpuasan tersendiri bagi pembaca. Rasa kecewa itu pun juga muncul dengan sendirinya karena cerita yang disuguhkan terkesan dipaksa. Alangkah lebih baik diselesaikan terlebih dulu dengan cerita akhir yang cukup ringkas dan mudah dipahami dan tanpa mengurangi pesan yang ingin disampaikan oleh penulis.

Adapun pementasan lain yang ditampilkan yaitu Monolog Balada Sumarah. Menceritakan tentang seorang Tenaga Kerja Indonesia atau TKI yang mendapatkan perlakuan buruk dari sang majikan. Dalam esainya penulis menceritakan kembali bahwa ada seorang wanita muda yang sangat tersiksa. Dia sering mendapatkan kekerasan bahkan pelecehan. Sebenarnya cerita yang ditulis itu sangatlah bagus tapi sekali lagi penulis menuliskan kisah perjalanan TKI itu tidak rinci.

Tetapi kisah akhir yang terdapat dalam esai yang ditulis oleh penulis itu sangat bagus sangat menggugah hati. Pesan yang disampaikan mudah untuk diterima. Sedikit meriview akhir cerita dari TKI tersebut ia akhirnya dihukum pancung atau penggal kepala karena kesalahannya sendiri yaitu membunuh majikannya. Meskipun akhir cerita itu sangat tragis tapi semua itu sebenarnya memiliki pesan masing-masing. Apabila kita memahami satu persatu maka kita akan menemukan pesan yang luar biasa dalam cerita-cerita di atas atau yang sudah dipentaskan itu.

Dari semua tanggapan yang saya tulis di atas mungkin masih banyak kesalahan. Karena saya yakin tidak ada pekerjaan yang sempurna. Tapi saya tetap berusaha untuk memberikan tanggapan ini pada esai penulis aslinya. Saya sangat beruntung karena diberi kesempatan untuk menanggapi sebuah tulisan. Saya juga masih tahap belajar, tapi yang paling penting adalah usaha kita dalam berpikie. Sekali lagi terima kasih.


      

Komentar

Postingan Populer